Kamis, 06 November 2014


Pentingnya Sekolah Bagi Generasi Muda

Definisi Sekolah
     Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2014).
   Menurut Kamisa. Sekolah adalah lembaga tempat untuk belajar mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran.

Definisi Generasi
     Menurut Prof. Dr. Sartono Kartadiharja. Generasi adalah semua yang ada pada lokasi sosial. (“Pengertian Generasi Muda,” 2014)
     Menurut Auguste Comte. Generasi adalah jangka waktu kehidupan sosial manusia yang didasarkan pada dorongan keterikatan pada pokok-pokok pikiran yang asasi (“Pengertian Generasi Muda,” 2014)

Definisi Generasi Muda
     Dalam pola pembinaan dan pengembangan generasi muda. Menteri Muda Urusan Pemuda Jakarta (1982) secara umum generasi muda diartikan sebagai golongan manusia yang berusia muda (“Pengertian Generasi Muda,” 2014)
     Menurut kategori biologi. Generasi muda adalah mereka yang berusia 12-15 tahun dan 15-30 tahun (“Pengertian Generasi Muda,” 2014)
     Menurut budaya. Generasi muda adalah mereka yang berusia 13-14 tahun (“Pengertian Generai Muda,” 2014)
     Menurut ideologi politik. Generasi muda adalah mereka yang berusia 18-40 tahun (“Penerus Generasi Muda,” 2014).
     Menurut lembaga dan lingkungan sosial. Generasi muda adalah mereka yang tergolong usia 6-30 tahun.
     Dapat disimpulkan bahwa generasi muda adalah mereka yang menginjak usia anak-anak, remaja hingga dewasa (“Penerus Generasi Muda,” 2014).

Faktor dari Pentingnya Sekolah Bagi Generasi Muda
     Sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, sekolah dituntut dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas atau mutu pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah, dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya (Zazin, 2011).
     Hingga saat ini sistem sekolah belum sepenuhnya  mampu mangembangkan dan menghasilkan para lulusannya untuk menjadi individu-individu yang kreatif. Apa yang dibelajarkan di sekolah seringkali kurang memberikan manfaat nyata bagi kehidupan siswa dan kurang selaras dengan perkembangan lingkungan yang terus berubah dengan pesat dan sulit diramalkan. Oleh karena itu, betapa pentingnya pengembangan kreativitas di sekolah agar proses pendidikan di sekolah memiliki relevansi tinggi dan menghasilkan lulusan yang memiliki kreativitas tinggi. Sekolah seyogyanya menyediakan kurikulum (curriculum support) yang memungkinkan siswa  dapat berpikir kritis dan kreatif, serta memiliki keterampilan pemecahan masalah sehingga pada gilirannya mereka dapat merespon positif segala kesempatan dan tantangan yang ada serta mampu mengelola resiko untuk kepentingan kehidupan pada masa sekarang maupun mendatang (Yudhawati & Haryanto, 2011)                                                                                                                      

Penyebab Kurangnya Mutu Pendidikan.
     Penyebab pertama. Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih mengarah pada asumsi bahwa bila semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar), alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru, dan tenaga kependidikan lainnya, secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi ini tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), tetapi hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri (Hanushek dikutip dalam Zazin, 2011).
     Penyebab kedua. Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitas cakupan permasalahan pendidikan seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat (Zazin, 2011).
     Seharusnya pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan, melainkan juga harus lebih memerhatikan faktor proses pendidikan. Agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (Zazin, 2011) .

Ciri-ciri dan Pilar-pilar Sekolah
     Visi dan misi yang jelas. Memuat harapan yang tinggi kepada siswa untuk belajar dan berbuat dengan mengeluarkan kemampuan terbaiknya serta mengarahkan perkembangan siswa secara menyeluruh (Zazin, 2011).
     Kepala sekolah yang profesional. Kepala sekolah professional, yaitu: (a) memimpin secara efektif untuk mencapai visi dan misi; (b) mampu bekerja sama dengan guru, komite, masyarakat; dan (c) mampu belajar secara berkesinambungan dan melakukan pengembangan diri (Zazin, 2011).
     Guru yang profesional. Guru yang profesional, yaitu: (a) mengembangkan keterampilan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan kreativitas siswa; (b) mempunyai sikap yang positif dan moral yang tinggi; dan (c) melakukan belajar berkesinambungan dan pengembangan profesi (Zazin, 2011).
     Lingkungan belajar yang kondusif. Ada  beberapa  ketentuan belajar yang kondunsif, yaitu: (a) bersih, aman, nyaman; (b) dapat menstimulasi anak untuk betah belajar dan beraktivitas; (c) tempat bagi semua orang untuk saling mendukung melalui hubungan yang positif; (d) mempunyai aturan yang jelas dan sensibel; dan (e) mempromosikan rasa saling memiliki dan kebanggaan terhadap sekolah (Zazin, 2011).
     Ramah siswa. Guna dari ramah siswa, yaitu (a) mengembangkan potensi siswa dengan maksimal, (b) menangani kesulitan siswa secara efektif dan efisien, (c) peka terhadap kebutuhan dan latar belakang siswa, dan (d) berhubungan dengan layanan dan sumber yang ada di luar sekolah (Zazin, 2011).
     Manajemen yang kuat. Manajemen yang kuat berguna, yaitu (a) memberdayakan potensi dan sumber sekolah secara efektif, (b) mengembangkan program dengan warga dan stakeholders, dan (c) mengambil keputusan secara kolaboratif (Zazin, 2011).
     Kurikulum yang luas dan berimbang. Ketentuan kurikulum yang luas dan berimbang, yaitu: (a) memberikan pembelajaran aktif dan efektif; (b) program pembelajaran mencakup akademik, sosial, religi, kepribadian, dan fisik siswa; (c) mendorong siswa mempunyai sikap positif terhadap belajar; dan (d) membantu siswa mengembangkan kecakapan hidup (Zazin, 2011).
     Penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang bermakna. Makna dari penilaian dan pelaporan prestasi siswa, yaitu (a) memberi informasi akurat tentang prestasi belajar siswa, (b) mengarahkan guru untuk menggunakan berbagai pendekatan mengajar yang paling sesuai, (c) mengidentifikasi masalah belajar siswa dan cara menyelesaikannya bersama dengan orangtua, (d) mengizinkan orangtua untuk mengobservasi dan memahami kemajuan belajar siswa, dan (e) melakukan berbagai cara untuk mendukung pembelajaran efektif dan upaya meningkatkan rasa percaya diri siswa (Zazin, 2011).
     Pelibatan masyarakat yang tinggi. Guna perlibatan masyarakat yang tinggi, yaitu: (a) mendorong orangtua aktif dalam kegiatan sekolah; (b) menekankan pentingnya kemitraan antara sekolah, orangtua, dan masyarakat agar hasil belajar maksimal; (c) tanggap terhadap sudut pandang dan kekhawatiran orangtua; dan (d) membentuk jaringan kerja luas. (Zazin, 2011)

Kesimpulan
    
Saat ini sekolah-sekolah banyak yang belum memenuhi pilar-pilar sekolah, sehingga kurangnya mutu pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan pendidikan yang lebih melihat input daripada prosesnya. Agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol. Harus ada standar yang diatur secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut. Standar pendidikan yang tinggi akan memiliki mutu pendidikan yang tinggi juga.
     Sekolah sebagai unit pendidikan formal harus dinamis dan kreatif dalam meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini bisa dilakukan apabila sekolah diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus sesuai kondisi lingkungan dan anak didiknya. Sekolah diharuskan menyediakan kurikulum yang membuat siswa dapat berpikir kritis serta memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah. Hal ini agar siswa dapat memiliki respon positif terhadap suatu masalah dan mampu mengelola resiko, baik itu sekarang ataupun mendatang. Namun, saat ini masih banyak sekolah yang belum menghasilkan lulusan-lulusan yang kreatif.









Daftar Pustaka

Setiawan, E. (2012/2014). Kamus besar bahasa Indonesia. Diunduh dari http://kbbi.web.id/sekolah.
Waruwu, F. E. (2005, November). Membangun budaya sekolah dengan metode living Values. Provitae, 1(2), 25-33.
Yudhawati, R., & Haryanto, D. (2011). Teori-teori dasar psikologi pendidikan. In S. Amri (Ed.), Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Zazin, N. (2011). Gerakan menata mutu pendidikan: Teori & aplikasi. In M.  Sandra (Ed.), Jogjakarta: AR-Ruzz Media.